BREAKING NEWS

Kisah Inspiratif | Hidup bergelimang Keikhlasan


T
ersebutlah seorang tukang batu yang bekerja dimulut tambang yang berbatu keras. Tak…Tak…Tak… Dia bekerja keras memecahkan permukaan batu yang keras. Suara godam dan pahatan terus bergema di telinganya. Tak. Tak. Tak.


Pekerjaan yang dijalani lambat dan berat. Pada musim panas, terik matahari terpantul pada bebatuan sehingga kerjanya panas seperti tungku. Pada musim dingin tak ada tempat berteduh dari hujan dan cuaca dingin yang menjadikan tambang tersebut sedingin kutub utara. Sambil terus memecah batu, dia menghabiskan waktunya menghayal kehidupan yang lebih baik.




Dia ingin sekali punya kekuatan untuk mengubah keadaan sekarang. Dia berkhayal berada di tempat yang hanya bisa dijangkaunya dengan khayalan, sebab dia tahu khayalan tidak pernah terwujud menjadi kenyataan—atau setidaknya begitulah anggapannya.


Suatu petang, saat menyeret tubuhnya yang kelelahan menuju ke rumahnya, dia melewati rumah besar nan mewah milik seorang bangsawan. Ketika mengintip ke dalam, dia melihat seorang bangsawan mengenakan baju yang teramat mahal, istrinya yang jelita, berlimpahnya makanan yang ada di atas meja.

Dia berpikir, “Seandainya akulah bangsawan tersebut, aku akan kaya raya dan berkuasa. Aku bisa lepas dari semua masalah dan kesusahan hidup sebagai tukang batu. Oh seandainya aku bisa menjadi seorang bangsawan.”

Tukang batu tersebut terkejut sekali, sebab begitu dia mengutarakan keinginannya itu dia mendapati dirinya duduk diujung meja. Dia menjadi bangsawan yang diintipnya tadi; memakai pakaian yang mewah dengan istri yang cantik disisinya dan semua jenis makanan yang dibayangkannya lengkap di atas meja. Dia menikmati kehidupan baru, kemewahan dan kekuasaan yang dia miliki. Sekarang, dia bisa memerintah para pembantu, pegawai dan istrinya. Dia menggunakan kekuasaannya dengan semena-mena dan bersikap congkak.

Suatu hari, raja mengunjungi kota tempat bangsawan itu tinggal. Karena status kebangsawaannya, sang tukang batu diwajibkan turun serta dalam penyambutan kehormatan. Dia harus merendahkan dirinya di hadapan penguasa tertinggi. Ketika dia membungkuk dengan sikap tunduk, lagi-lagi dia mulai membisikkan keinginan yang lebih tinggi lagi.

Dalam hatinya dia berkata: “Raja memiliki pengaruh dan kekuasaan yang jauh lebih besar dibandingkan bangsawan. Seandainya aku jadi raja.”

Begitu pikiran tersebut berkelebat dalam benaknya, bangsawan tersebut mendapati dirinya menaiki kuda sang Raja, lengkap dengan jubah sorang raja dan diapit prajurit-prajurit yang setia. Di sepanjang jalan berjajar orang-orang yang merunduk di tanah, termasuk bangsawan yang baru saja dia gantikan.

Sekembalinya ke kerajaan, dia duduk di singgasana kerajaannya yang agung. Sementara para penduduk kerajaannya datang menghadap sambil membungkuk dan membawa hadiah. “Ini baru namanya hidup” Pikir sang Tukang Batu (yang dalam episode ini tiba-tiba menjadi raja) dalam batin.
            
Dia merasa senang dengan gaya hidup seperti ini. Tukang batu jelas tak ada apa-apanya dibandingkan raja.
            
Dia memanfaatkan jabatan yang didapatnya semaksimal mungkin. Dia mengunjungi wilayah terjauh dari daerah kekuasaannya. Dia senang dengan kekuasaan yang memaksa orang-orang: petani, pendeta, kaum akademis dan bangsaawan untuk merunduk di depannya.
            
Dalam satu perjalanan yang dia lakukan pada musim panas, sinar matahari yang begitu terik dan tanpa bebas kasihan menyengat sang Raja. Dia kepanasan sekali dengan jubah kerajaan yang dipakainya. Tokoh yang terkemuka ini dipaksa mengeluarkan keringat. Dia tak mampu mengontrolnya dan harus menghentikan acara perjalanannya untuk mencari tempat berteduh.
            
Di bawah keteduhan pepohonan, sekali lagi di pikirannya yang dipenuhi rasa iri muncul. “Matahari..!” dia merenung. “Ya, matahari punya kekuatan  yang tiada tara. Kekuatannya bahkan lebih hebat dari para raja. Seandainya aku jadi matahari.”
            
Keajaiban yang sebelumnya selalu mengubahnya menjadi apapun yang dia inginkan, sekali lagi bekerja dalam sekejap mata. Dia mendapati dirinya berada tinggi di langit, memancarkan cahaya ke dunia, membakar raja dan kaisar, menghanguskan orang yang berjemur dan menyebabkan kanker. Dia bisa memaksa orang untuk mencari perlindungan dari sengatannya, keluar dari sawah mereka atau bermalas-malasan sambil tidur siang. Inilah yang paling enak.
            
Dia menikmati kekuasaan yang dia miliki hingga suatu hari segumpal awan mengambang di angkasa dan mengalangi sinarnya. Pada mulanya dia merasa sebal, lalu mulai berpikir, “Awan ternyata cukup kuat menahan panas dan sinar matahari. Jadi, awan lebih perkasa daripada matahari. Seandainya aku jadi awan.”
            
Sekali lagi, dia berubah dengan sangat cepat. Dia mengambang di angkasa sebagai awan kemukus yang tinggi dan besar. Dia bisa menghujani penduduk bumi dan melihat mereka berlarian mencari tempat berteduh dan mencari tempat berteduh dan mencari payung. Dia bisa merenggut panas dari matahari dan menciptakan cuaca dingin yang membekukan.
            
Dia bisa membuat sungai meluap melebihi tepi sungai dan dam-dam meluber melampaui dinding penahan mereka. Dia bisa menyebabkan banjir bandang dan meluluh-lantahkan rumah dan menghancurkan kehidupan banyak orang. Ya, awan jelas memiliki kekuatan. Inilah hidup yang selama ini selalu dia impikan.
            
Hingga suatu hari, dari langit bertiup angin yang teramat kencangnya menyeret awan itu. Sang awan tak berdaya melawannya. Ia tidak memiliki kekuatan atau arah tujuan. “Angin...!,” pikir awan. “Di sanalah kekuatan berada. Angin lebih perkasa ketimbang awan, seandainya aku jadi angin.”
            
Dan keajaiban pun terjadi lagi. Dalam sekejap, awan tersebut berubah menjadi angin. Tukang batu benar-benar mendapatkan keceriaannya sebagai angin. Dia bisa menderu di sela pepohonan, menyapu daratan, meniupkan debu-debu, meniup payung hingga compang-camping, memorak-porandakan atap-atap rumah dan meratakan timbunan rumput kering. “Ini baru namanya hidup,” begitu pikirnya. “Sebagai angin aku memiliki kekuatan yang tak terbatas.”
            
Dia bertiup dengan ganas di seantero bumi. Dia menampar lautan. Dia menenggelamkan kapal. Dia menyebabkan ombak menghantam pulau-pulau kecil. Dia belum pernah menikmati hidup seasyik ini.
            
Hingga suatu hari, tiupan yang teramat kuat berhenti begitu saja. Di depannya menjulang kukuh sebuah karang. Dia mencoba dan mencoba lagi, tapi tak mampu menggeser atau menggetarkan karang yang kukuh tersebut. “Karang..!” pikir sang angin. Ia bisa menghentikan topan badai yang paling panas. “Seandainya aku bisa menjadi karang.”
            
Saat itu juga dia menjadi karang. Tinggi dan perkasa, dia mampu bertahan menghadapi angin topan yang paling buas. Orang-orang datang mengaguminya dan mengagumi keindahan alami yang dimilikinya.  Mereka berpiknik di kakinya atau mencoba kekuatan mereka dengan mendaki wajahnya. Dia menjadi sosok perkasa di seluruh negeri. Ya inilah hidup. Pikirnya, “Akhirnya aku menemukannya. Akhirnya aku perkasa. Akulah yang paling kuat.”
            
Pikiran itu baru saja merasukinya ketika tiba-tiba dari arah kakinya dia mendengar suara yang mantap. Tak…tak…tak…. Kaki kuat karangnya dipahat oleh tukang batu. Dan…(silakan Anda teruskan sendiri kisah ini).
kisah inspiratif, sayyidul istighfar, kalimat istighfar, kisah islami

Share this:

4 comments :

  1. inspirasi bngt nih cocok buat bulan puasa ini

    ReplyDelete
  2. sifat tamak bsa menghancurkn diri sendiri, smoga kita termasuk org2 yg bersyukur

    ReplyDelete
  3. kisah yang bisa menginspirasi gan, sangat bermanfaat sudah membagikan artikel seperti ini.

    ReplyDelete
  4. penuh hikmah jadikan pelajaran ..nice artikel ka :)

    ReplyDelete

 
Back To Top
Copyright © 2014 ItmusMedia.Com. Designed by OddThemes