BREAKING NEWS

Kawah Candradimuka Cendikiawan Muda

Oleh : Aisyah Nurrahmah Siregar

Lembaga pendidikan sebagaimana lazimnya adalah pusat pembentukan karakter bangsa, seperti halnya peran pondok pesantren. Dalam sejarah bangsa Indonesia berjuang melawan penjajah peran pesantren tidak bisa dilepaskan didalamnya. Bahkan setelah merdeka, pesantren tetap menjadi bagian penting untuk memproduksi generasi-generasi penerus bangsa yang handal. Peran sertanya tidak hanya pada level masyarakat sebagai penjaga moralitas melainkan lebih jauh dari itu, masuk pada aktivitas ekonomi bahkan politik.

Artikel ini adalah pengalaman reflektif penulis sebagai salah satu santri di PondokPesantren Mini Al-Falah Medan Timur 1 yang terletak di salah satu sudut kota Medan, Sumatera Utara. Berdiripadatahun 1980-an dengan jumlah santri di masa awal masih dalam dihitung jari. Tidak lebih dari 20 santri. Bangunan dengan ukuran sederhana dan kecil tapi setidaknya memiliki halaman yang lumayan luas berukuran 90x80 meter untuk santri yang tidak lebih dari itu.Bahkan, guru yang mendidikpun hanyadua orang. Lantas apa yang menarik dari pesantren dengan gambaran seperti itu? Bagi saya, latar historis tersebut menggambarkan sebuah kemampuan untuk survive dan kemudian secara perlahan turut andil memberikan kontribusi bagi masyarakat.

Bagaimana pondok pesantren dengan segala keterbatasan yang ada mampu bertahan dan kemudian berkembang, ini yang terkadang banyak tidak dipahami oleh publik, bahwa kehadiran lembaga pendidikan seperti pesantren tidak selalu dengan serta-merta mapan secara infrastruktur maupun kelembagaan. Setidaknya ada beberapa aktivitas penting yang menurut hemat penulis yang mendasari bagaimana hal tersebut menjadi bagian penting dalam perjalanan sebuah lembaga pendidikan.

Saya memahami lembaga pesantren adalah ‘kawah candradimuka’ para cendikiawan muda Islam. Tempat di mana mereka di gembleng dan kemudian mengikut berbagai tahapan proses pendidikan yang tidak mudah, didalamnya para santri akan mengalami fase-fase bertahap yang menjadi ukuran bahwa seorang santri dapat dikatakan ‘matang’ baik secara keilmuan maupun secara psikologis. Dari aspek keilmuan para santri diberikan ‘bekal’ ilmu agama seperti Alqur’an dan hadist dan ilmu umum, meskipun masih banyak pesantren yang lebih dominan pada aspek ilmu agama, akan tetapi tetap tidak menghindar dari penguasaan ilmu umum.

Penguasaan ilmu agama begitu penting, karena ketika santri sudah masuk di tengah-tengah kehidupan masyarakat, biasanya mereka menjadi rujukan ketika mencari jawaban terhadap persoalan keagamaan. Hal ini yang kerap menjadi perhatian banyak pesantren, bahwa persoalan keagamaan di masyarakat begitu kompleks sehingga dibutuhkan peran santri didalamnya. Untuk menghadapi hal itu, maka sistem pemondokkan (asrama) biasanya menjadi hal wajib bagi para santri karena sistem tersebut dapat memastikan bagaimana seorang santri itu dapat di lihat perkembangannya secara terus-menerus.

Sistem pemondokkan dianggap penting juga karena didalamnya para santri diajari untuk bagaimana hidup mandiri, ini hal penting dalam pembentukan karakter kemandirian, kerja keras dan ‘tahan banting’, tidak mudah menyerah dengan segala bentuk keadaan susah. Prinsip santri yang paling dasar diajarkan setelah lulus adalah pengabdian tanpa pamrih. Hal ini tidak lantas para lulusan pondok pesantren tidak diajarkan untuk sukses secara duniawi melainkan mempersiapkan segala bentuk kemungkinan yang akan dihadapi oleh para santri ketika kelak sudah menjalani kehidupan bersama dengan masyarakat.

Hal demikian jugalah yang diajarkan di pesantren, tempat di mana saya memilih untuk tinggal sebagai ‘Santri Kalong’. Terminologi santri kalong adalah sebutan untuk membedakan aktivitas para santri di sebuah pondok pesantren. Saya sebagai mahasiswa diberikan kebebasan untuk aktif mengikuti semua sesi perkuliahan dan bahkan aktivitas kampus di luar jam kelas. Namum saya juga punya kewajiban di dalam pesantren, sesuai dengan ketentuan yang diwajibkan sebagai seorang santri.

Lantas apa istimewanya menjadi santri kalong? pada saat yang sama banyak teman-teman kuliah memilih ngekos, sementera saya lebih memilih menjadi ‘santri’. Bagi saya yang yakin bahwa pesantren adalah kawah candradimukanya para cendikiawan muda Islam, maka saya memilih jalur sebagai santri, sekalipun dengan keterbatasan tertentu. Hebatnya, hal ini tidak ditemukan dalam sistem pendidikan lain di luar pesantren, khususnya dalam sistem pendidikan Islam. Seorang mahasiswa diberikan hak tinggal di pesantren, mengikuti semua aktivitas pesantren termasuk didalamnya aktivitas belajar.

Tradisi santri kalong adalah aktivitas seseorang yang tidak ingin terputus jalurnya sebagai seorang santri, belajar dengan sistem pondok pesantren dan tetap dekat dengan para ustadz, kyai dan ini adalah bagian dari proses menjaga ‘sanad’ keilmuan sebagai warisan paling luhur dalam sejarah kehidupan manusia. Sebagai seorang santri saya mendapatkan keuntungan lebih, bahwa tinggal dan hidup di pesantren sekalipun berstatus sebagai mahasiswi memberikan saya wawasan yang kaya tentang khazanah keilmuan Islam.

Ditengah kehidupan kota yang serba matrealistis, alat ukur dan cara pandang diletakkan pada ukuran materi, indikator kesuksesan didasarkan pada penguasaan kekayaan material dan tingkah laku, sikap dan kebiasaan yang tidak lagi memandang bahwa asas kepatutan dan kesopanan yang sudah bergeser menjadi hak individualis untuk bebas tanpa memperhatikan nilai-nilai luhur tradisi dan agama, maka menjadi santri adalah salah satu pilihan yang harus dipertimbangkan agar prinsip dasar hidup, yaitu keseimbangan terhadap kebutuhan duniawi dan ukhrawi dapat menjadi dasar dan pegangan hidup.

Sekali lagi, pesantren adalah kawah candradimuka, ia adalah sub kultur bangsa Indonesia, didalamnya bercampur menjadi satu, kebahagian belajar hidup bersama sekaligus belajar kesusahan bersama. Yang namanya kawah candradimuka ia bukan tempat untuk berleha-leha yang penuh kesenangan. Ia adalah tempat di mana karakter di bentuk dan keilmuan didapatkan. Dengan demikian, cendikiawan muda Islam akan siap bertempur di medan perjuangan.

Tulisan ini diikutkan dalam Lomba Menulis Forum Ittihadul Muslimin dengan tema "Pemuda-Islam-Dan Persatuan Umat"

Lomba Menulis Forum Ittihadul Muslimin

Share this:

3 comments :

  1. menarik sekali, mengingatkan saya akan sesuatu

    ReplyDelete
  2. Did you write this article ? Seriously ? Wow , excellent . proud of you aisy 😘

    ReplyDelete
  3. May Alloh give the chance to u to be the winner . Amiiin 😇

    ReplyDelete

 
Back To Top
Copyright © 2014 ItmusMedia.Com. Designed by OddThemes