BREAKING NEWS

Pengalaman Hidup Seorang Santri

Oleh : Irma Yunita Nasution

Prospek Alumni Non-Pesantren Terhadap Alumni Pesantren

Tulisan ini mengacu kepada pengabdian seorang alumni pesantren yang telah meninggalkan pesantrennya untuk mengenyam pendidikan di tingkat berikutnya. Penulis telah menjalani sebagian proses pendidikan dengan suasana yang berbeda dan berbaur bersama para alumni sekolah akademik lainnya. Pengabdian yang memang dilatarbelakangi oleh hasil belajar dan penanaman moral lewat kegiatan kepesantrenan mengarahkan para alumni untuk mengabdi yang dibarengi dengan adaptasi diri berdasarkan keadaan yang berbeda dari asalnya.

Pengalaman Hidup Seorang Santri

Dari nasehat seorang Pimpinan Pesantren Modern Shalahuddiin Al-Munawwarah, Aceh, Ustadz Ir. Tahmin Ja’far, mengatakan, “ Ajaran agama digunakan untuk memfilter kehidupan di antara masyarakat dan apa yang dilihat, apa yang didengar, apa yang dirasakan adalah titik tujuan menuju kesuksesan”. Yang berarti setiap pandangan masyarakat akan selalu berbeda terhadap sebuah bentuk masalah, dari hal inilah para abdi masyarakat dari pesantren ini akan terus menyeimbangkan diri dengan pergerakan persfektif masyarakat. Hal ini dibarengi dengan pembenahan diri yang sudah diberikan pesantren sebagai bekal adaptasi diri yang sesuai ajaran Islam.

Ketika seorang alumni pesantren bergabung dengan masyarakat dalam perihal pendidikan, rasa ingin tahu dan ingin berbaur akan selalu menyelimuti benak para alumni. Dalam benaknya akan selalu diliputi oleh tanda tanya, “ Bagaimana pola hidup orang-orang yang tidak pernah merasakan pola hidup di pesantren?” maka secara tidak langsung seorang alumni akan berikhtiar untuk mencari jawaban dengan mengikuti pola berdasarkan aturan hidup yang pernah dia alami dan akan menemukan perbedaan pemikiran antara alumni dari pendidikan non- pesantren dan alumni pesantren.

Perbedaan ini meliputi banyak hal, dan yang paling berpengaruh adalah dalam hal problem solving. Banyak cara yang dilakukan seseorang untuk menyelesaikan suatu masalah, namun cara pemikiran dari titik awal menganalisa masalah tiap orang berbeda-beda.

Namun persfektif awal seorang alumni pesantren tak lepas dari pandangan orang lain yang belum pernah mengenyam pendidikan di pesantren. Dari hasil tanya jawab penulis dengan beberapa temannya, rata-rata dari pemikiran mereka menyatakan bahwa alumni pesantren itu memiliki kepribadian yang berbeda dari ajaran yang dia terima selama di pesantren.

Persfektif ini muncul karena masyarakat awam mengetahui bahwa pesantren merupakan wadah menempah para muridnya dengan ilmu agama dengan gaya belajar yang super religius dan terkontrol. Dari sekian banyak argumen yang bermunculan, sebagian dari mereka mengatakan bahwa kepribadian yang berbeda itu disebabkan oleh tekanan yang diberikan oleh peraturan pesantren sehingga istilah “kuda lepas dari kandangnya” mungkin selaras dengan persfektif sebagian narasumber yang terkait. Dan dari persfektif ini juga juga muncul persfektif yang menyatakan bahwa seorang alumni pesantren yang telah meninggalkan pesantrennya akan berubah drastis dan menunjukkan sifat aslinya. Persfektif lain juga menyatakan bahwa sebagian gaya (style) dari alumni pesantren tidak mencerminkan syariat dan ajaran yang selama ini mereka anut selama di pesantren.

Namun dari semua persfektif yang ada, alumni non-pesantren juga mengakui akan keilmuan agama setiap alumni pesantren, seperti membaca Al-Quran dan mahir berbahasa arab. Memang alumni pesantren dituntut untuk mahir berbahasa ketika akan meninggalkan pesantren. Ini adalah salah satu kelebihan alumni pesantren, bisa menggunakan bahasa arab ataupun bahasa inggris. Dari hal ini juga mengandung kontra karena ketika seorang alumni pesantren yang mungkin kurang akan ilmu agamanya akan menjadi bahan cibiran dari alumni sekolah non-pesantren ataupun masyarakat lainnya. Hal ini bukanlah salah satu acuan untuk menganggap bahwa seorang alumni adalah seorang yang hebat dan memiliki ilmu agama yang dalam. Setiap santri juga memiliki kemampuan yang sama dengan siswa non-pesantren lainnya. Namun tiap santri dituntut dengan cara yang berbeda untuk memiliki cara berfikir dari setiap pengalaman yang sangat terasa selama di pesantren.

Organisasi dan peraturan yang dijalankan oleh setiap santri di pesantren memiliki nilai tersendiri di hati para santri. Dan dari tempahan organisasi yang mandiri inilah para santri akan mempersiapkan diri untuk kehidupan yang berbeda di luar lingkungan pesantren. Rasa percaya diri, bersungguh-sungguh dan sabar adalah satu kunci utama yang dihasilkan dari pengalaman selama mengenyam pendidikan di pesantren. Namun, karena adaptasi diri yang masih “meraba” keadaan membuat sebagian alumni pesantren enggan menunjukkan jati dirinya dan lebih memilih untuk mengikuti keadaan masyarakat lainnya.

Penutup

Oleh karena itu, setiap alumni pesantren memiliki cara tersendiri untuk menghadapi kemilaunya kehidupan dibalik gerbang pesantren. Dan hal ini adalah cara setiap santri untuk mengabdikan dirinya untuk ilmu yang bermanfaat. Ajaran yang diterima oleh para santri lebih mengarah kepada pengalaman berorganisasi dan mengikuti peraturan ketat yang diberikan pesantren sebagai tameng adaptasi diri setiap alumni pesantren sesuai ajaran Islam. Pada akhirnya diharapkan setiap alumni pesantren yang juga pemuda Indonesia akan memiliki nilai positif sebagai langkah menuju umat Islam yang lebih baik. Wallahu a’lam bissawab.

____________________

Penulis adalah Alumni Modern Shalahuddin Aal-Munawwarah Gayo Lues Aceh.

Tulisan ini diikutkan dalam Lomba Menulis Forum Ittihadul Muslimin dengan tema "Pemuda-Islam-Dan Persatuan Umat"

Lomba Menulis Forum Ittihadul Muslimin

Share this:

2 comments :

 
Back To Top
Copyright © 2014 ItmusMedia.Com. Designed by OddThemes